Tuesday, January 2, 2018

Kekuatan Pena Malala Yousafzai

Aktivis pendidikan perempuan Pakistan
Saat ini Malala Yousafzai menempuh kuliah di Universitas Oxford.
Aktivis hak-hak perempuan dan pendidikan Pakistan  yang meraih nobel di usia 17 tahun.

Layaknya perempuan Pakistan lainnya yang hidup di masa pemerintahan Taliban, Malala Yousafzai yang ketika itu sudah menginjak usia 11 tahun dilarang bersekolah di madrasah. Pemerintahan Pakistan tidak membolehkan kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Namun, gadis kecil kelahiran Mingora, 12 Juli 1997 dari keluarga bersuku Pusthun itu memilih berjuang melepas belenggu diskriminasi.  Di usia yang masih belasan tahun itu, Malala menjadikan pena sebagai senjata melawan kebijakan pemerintahan Taliban yang merugikan kaum perempuan Pakistan.

Dia mengisahkan kengerian dan diskriminasi yang dialami perempuan Pakistan dengan menjadi blogging untuk BBC menggunakan nama samaran Gul Makai. Malala mewarisi kepiawaian menulis dari sang Ayah, Ziauddin Yousafzai yang merupakan seorang penyair, pemilik Khushal Public School, dan juga aktivis pendidikan.

Gadis hitam manis ini mulai memberanikan diri berbicara di depan publik pada 2008. "Berani-beraninya Taliban merampas hak saya atas pendidikan!" adalah seruan pertamanya di depan televisi dan radio di Pakistan. Keberanian, kecerdasan dan ketegasan Malala mendapat perhatian khusus dari sang Ayah.  Ziauddin Yousafzai mendorong Malala untuk menjadi seorang politisi, walau sejatinya Malala bercita-cita menjadi dokter.

Pidato-pidato Malala memperjuangkan hak-hak perempuan dinilai sebagai ancaman oleh Taliban. Dia mendapatkan ancaman kematian, tapi saat itu keluarganya berpikir bahwa Taliban tidak akan mungkin menyakiti anak-anak, bahkan Malala mengkhawatirkan keselamatan Ayahnya yang juga aktivis pendidikan.

Ditembak Pria Tak Dikenal
Penanggalan menujuk angka 9 Oktober 2012, hari naas bagi Malala yang ketika itu berusia 15 tahun sedang naik bus bersama teman-temannya pulang dari sekolah, seorang pria bersenjata bertopeng ikut naik ke atas bus. Pria tersebut mengancam semua penumpang  bus untuk menunjukkan gadis yang bernama Malala.

Ketika teman-temannya melihat ke Malala, di penembak langsung mendekati Malala dan memukul kepala kiri remaja itu. Peluru kemudian bersarang di leher dan kepala Malala. Insiden itu ikut melukai dua gadis lainnya yang merupakan teman Malala.

Malala dalam kondisi kritis saat dibawa ke rumah sakit militer di Peshawar, Pakistan. Sebagian tengkoraknya diangkat karena dokter harus mengobati otaknya yang bengkak akibat tembakan pria misterius itu. Akhirnya, Malala diterbangkan ke Inggris dan mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit Birmingham.

Takdir menggariskan Malala bertahan hidup. Gadis tangguh itu sempat mengalami koma, kemudian menjalani serangkaian operasi untuk memperbaiki fungsi otak dan saraf wajah kiri yang mengalami kelumpuhan. Beruntung Malala tidak mengalami kerusakan otak besar sehingga dia tetap bisa hidup sehat secara fisik, mental dan spritual. Bahkan, pada Maret 2013, Malala sudah bisa memulai aktivitas sekolah di Birmingham.

Penembakan tersebut menggegerkan dunia internasional. Dukungan dan simpati terus mengalir kepada remaja pejuang hak-hak pendidikan perempuan Pakistan tersebut. Kelompok yang terdiri atas 50 ulama di Pakistan juga mengeluarkan fatwa menentang penembakan ini.

Pidato di PBB

Malala tidak pernah berhenti berjuang. Pada 2013, dia berpidato di PBB tentang hak-hak pendidikan perempuan, serta mendesak para pemimpian dunia untuk mengubah kebijakan mereka. Dia menyatakan serangan teroris terhadap dirinya tidak mengubah tujuan hidupnya dan menghentikan ambisinya agar perempuan Pakistan mendapatkan hak pendidikan.

Malala juga mendesak pemberantasan butu huruf, pengentasan kemiskinan dan terorisme.  "Para ekstremis, dan mereka, takut dengan buku dan bolpoin. Kekuatan pendidikan membuat mereka takut. Mereka takut pada wanita ... Mari kita ambil buku dan bolpoin kita. Mereka adalah senjata kita yang paling kuat. "

Malala merangkum seluruh peristiwa hidupnya dalam buku autobiografi “I Am Malala : The Girl Who StoodUp for Education and Was Shot by the Taliban “ yang dirilis pada Oktober 2013. Dan menjadi buku terlaris di dunia.

Anugerah Nobel Perdamaian

Pada bulan dan tahun yang sama, Malala yang sudah menginjak usia 17 tahun, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian, bersama aktivis hak asasi anak India, Kailash Satyarthi. Pada Oktober 2015, Sutradara Davis Guggenheim mengangkat kisah hidup Malala dalam sebuah film dokumenter yang diberi judulHe Named Me Malala.

Pada Agustus 2017, Malala mentweet bahwa dia diterima di Universitas Oxford. Dia akan belajar tentang filsafat, politik, dan ekonomi. Malala melanjutkan advokasinya dengan mendirikan Malala Fund. Pada ulang tahunnya yang ke-18 pada Juli 2015, membuka sekolah untuk para gadis pengungsi Suriah di Lebanon. Sekolah ini menampung sekitar 200 gadis berusia 14 tahun hingga 18 tahun.

"Hari ini pada hari pertamaku sebagai seorang dewasa, atas nama anak-anak di dunia, aku menuntut para pemimpin,  kita harus menginvestasikan buku bukan peluru,” tutur Malala di salah satu ruang kelas sekolahnya.



Blog ini tempat berbagi informasi dan inspirasi dari penulis

This Is The Oldest Page


EmoticonEmoticon